Sabtu, 01 November 2008

KEYAKINAN SEORANG TERORIS

Akhir-akhir ini media ramai memberitakan eksekusi mati amrozi, mukhlas dan imam samudra, ketika mengikuti kisah mereka dari kecil hingga sekarang, sungguh sebenanya mereka adalah pribadi yang santun, dan pemikir-pemikir yang cerdas, tapi kenapa mereka bisa bertindak kejam seperti yang mereka lakukan. ada sebagian sisi-sisi mereka yang sangat aku kagumi yaitu keteguhan mereka memegang prinsip yang dia yakini kebenarannya, dan bukan tindakannya, umur mereka tinggal menghitung hari saja, ada banyak kegelisahan yang memaksaku menulis tentang mereka kira-kira apa yang akan terjadi setelah mereka mati, bagaimana perasaan mereka ketika mengetahui sebentar lagi dunia ini akan dia tinggalkan selama-lamanya, sangat berbeda ketika kita mati karena kecelakaan dijalan raya atau mati diruang operasi karena kita tidak mengetahui sebelumnya dan kita tidak perlu mencemaskan kematian itu sendiri. apa yang ada dibenak mereka ketika tau mereka tidak mungkin melihat orang-orang yang dia kenal, orang-orang yang mereka kasihi seperti orang tua, istri serta anak-anak mereka tidak mengkin lagi dia peluk. Sungguh suatu perasan yang sangat ironi karena ini sudah menyangkut masalah nyawa, bukan masalah berat lainnya yang suatu saat masih bisa melihat dunia. Seberapa penting bagi mereka antara kematian dengan TUHAN..? bagi mereka kematian dan TUHAN sama pentingnya seperti anak panah dan busurnya, seperti laki-laki dan perempuan, seperti siang dan malam, keduanya tidak bisa dipisahkan apalagi mereka menghadapai kematian karena keyakinan mereka tentang perintah TUHAN yang wajib mereka laksanakan meskipun kematian didepan mata. Saya ingin membahas tentang keyakinan mereka tentang prinsip mereka yang sungguh-sungguh diyakini kebenarannya, dan bukan tindakannya, tapi sebelumnya saya ingin menyampaikan pendapatku dari segi perbuatan mereka, dari sudut pandang saya sebagai manusia awam.

Membunuh manusia apalagi dalam jumlah banyak sangat tidak dibenarkan oleh hukum kita, hanya TUHAN yang mempunyai nyawa dan DIA pula yang berhak mencabutnya. Sudah jelas pendapatku sebagai “manusiawi” tentang hal ini yaitu tidak setuju bahkan menyayangkan tindakan mereka. Dimata kita mereka jelas salah apalagi oleh hukum yang dibuat manusia mereka sudah divonis bersalah, lantas apakah mereka juga akan bersalah dimata TUHAN, bukankah salah dihadapan manusia belum tentu benar dihadapan TUHAN, apakah kelak TUHAN akan memurkai mereka menghukumnya dan menghempaskan mereka keneraka yang paling dalam. Atau TUHAN telah mempersiapkan penyambutannya dengan bidadari-bidari cantik, dan membukakan pintu surga selebar-lebarnya. Untuk berbicara masalah ini saya sangat tidak berani. Saya tidak kuasa bahkan tidak mampu memasuki wewenang TUHAN. Sekali lagi disini saya akan bicara masalah prinsip, masalah keteguhan memegang pendapat yang mempunyai dasar berbeda-beda, apakah dasar-dasar itu salah atau benar, setiap manusia mempunyai penafsiran masing-masing terhadap permasalahan itu sendiri. Kebenaran hakikinya hanya TUHAN yang tau (wallahu a’lam bi al-shawab)

Setiap manusia mempunyai keyakinan yang dia anggab benar keabsahannya, lalu bagaimana kita bersikap terhadap keyakinan itu, apakah kita rela dan ikhlas menjalankan suatu keyakinan meskipun taruhannya nyawa, kita percaya dan yakin terhadap kebenaran suatu agama dan perintah-perintahnya. Agama adalah tujuan tertinggi dari esensi hidup manusia, agama adalah muara terakhir dari setiap kepentingan manusia , semua selain agama pasti ditinggalkan kelak ketika kita sudah mati, lantas apakah kita sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian itu. Aku yakin sangat banyak orang siap mati demi keyakinan itu tapi tidak banyak yang sudah mempersiapkan dirinya untuk mati, mereka siap mati tapi ketika ujung pedang menempel dilehernya dan ditanya apakah kamu siap mati demi agamamu mungkin jawaban mereka “jangan dulu”, mereka siap mati tapi achlak mereka tidak menunjukkan kalau mereka punya bekal amal yang cukup untuk mati, Berbeda dengan mereka yang siap mati kapan saja demi keyakinan yang dia anggab benar. Amrozi, mukhlas dan imam samudera malah menginginkan hukuman matinya dipercepat, seperti yang dicita-citakan mereka untuk mati syahid. Keyakinannya menjalar disetiap pori-pori tubuhnya, bahkan kesetiap aliran darahnya, mungkinkah ketika darah tumpah dari tubuh mereka akan harum seperti halnya al-hallaj ketika menghadapi algojo, apalagi mereka mati karena keyakinan mereka tentang perintah TUHAN yang memang menjadi tujuan terakhir dari semua kehidupan ini, inilah yang membuatku ingin tau lebih banyak, ingin menjadi saksi menjelang detik-detik kematiannya. mereka bagaikan prajurit bawahan yang telah sukses menjalankan perintah rajanya dan tidak sabar untuk segera melaporkan tentang keberhasilannya, meskipun prajurit-prajurit yang lain meragukan kalau sang raja akan senang. mungkin sang raja akan menganugrahi mereka bintang tanda jasa yang mereka cita-citakan, Atau mungkin tanpa mereka sadari sang raja akan murka karena mereka telah melampaui batas wewenang yang diperintahkan sang raja. Mereka seperti sudah tidak tahan lagi untuk segera menghadap kepada TUHAN dan meminta janji-janjinya atas keberhasilan menjalankan perintahNYA, berkorban sampai ujung pedang memenggal leher mereka. Sekali lagi saya tidak berani meraba-raba apalagi menjudge apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka, karena itu sudah memasuki hak prioritas TUHAN… saya hanya ingin kelak ketika sakaratul maut menjemputku aku ingin menghadapinya dengan senyuman seperti mereka, senyuman keyakinan bahwa TUHAN telah menungguku disana TUHAN telah membukakan pintu surga selebar-lebarnya menyambut kedatanganku .

Tommy 01 011 2008
mabeker@yahoo.com
http://mabeker.co.cc


1 komentar: